Green Info
12 September 2023
Aviaska Wienda Saraswati

Sedotan kertas ternyata beracun! Penelitian mengungkapkan adanya kandungan PFAS dalam sedotan yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan.
Kabar buruk untuk Generasi Hijau yang sudah menerapkan gaya hidup ramah lingkungan! Tahukah kamu bahwa sedotan kertas mengandung zat kimia yang beracun? Fakta ini baru saja diungkapkan oleh sebuah penelitian. Sayang sekali, solusi yang kita anggap tidak membahayakan lingkungan justru berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan kita.

Sedotan Kertas Warna Warni (Havalina)
Generasi Hijau, sedotan kertas ternyata sudah ditemukan dan digunakan sejak tahun 1888. Sedotan kertas diciptakan oleh Marvin Stone, seorang penemu berkebangsaan Amerika Serikat. Saat pertama kali dibuat, sedotan jenis ini berbahan dasar kertas manila. Pada 1960 an, popularitas sedotan ini semakin berkurang tergantikan sedotan plastik.
Akan tetapi, perjalanan sedotan kertas tidak cukup berhenti di situ. Sedotan ini kembali populer Semenjak banyak negara seperti Prancis dan Kanada melarang penggunaan plastik sekali pakai. Hal ini dipicu oleh beredarnya video dokumentasi riset yang dilakukan oleh Christine Figgener. Video tersebut menayangkan proses pencabutan sedotan plastik dari hidung penyu.
Berkat peristiwa tersebut, beragam inovasi sedotan ramah lingkungan bermunculan. Contohnya saja sedotan kertas, pasta, stainless steel, bambu, dan kaca. Di Indonesia, sedotan kertas cukup banyak digunakan. berbagai brand minuman kemasan, restoran, dan rumah makan menggunakan sedotan kertas menggantikan sedotan plastik.

Penelitian Kandungan PFAS Sedotan (P. Bosaq et al)
Meskipun sedotan kertas diklaim lebih ramah lingkungan, baru-baru ini ada fakta mengejutkan yang terkuak. Mayoritas sedotan kertas ditemukan mengandung bahan kimia beracun. Fakta ini diungkap dalam sebuah penelitian yang berjudul “Assessment of poly- and perfluoroalkyl substances (PFAS) in commercially available drinking straws using targeted and suspect screening approaches”.
Penelitian tersebut menguji kandungan PFAS pada sedotan kertas, bambu, stainless steel, dan kaca. Sampel diambil dari sedotan yang dijual beragam toko di Belgia. Hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa sedotan kertas mengandung lebih banyak PFAS daripada sedotan lainnya. Sebanyak 90% sampelnya mengandung PFAS Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa sedotan berbahan plant-based tidak lebih ramah lingkungan karena kandungan PFSA berbahaya untuk manusia dan lingkungan.
Kandungan PFAS pada sedotan berbahan organik berfungsi sebagai lapisan kedap air sehingga sedotan tidak rusak saat dipakai. Bahan kimia ini banyak digunakan di produk kemasan makanan, tas guna ulang, perabot dapur, dan produk pembersih.

Ilustrasi Sedotan Stainless steel (PingPoint)
Selain mengungkap fakta bahwa sedotan kertas beracun, penelitian tersebut juga memberikan alternatif sedotan yang lebih aman. Sedotan yang dinilai lebih aman adalah yang berbahan stainless steel. Uji PFAS pada penelitian ini tidak menemukan adanya kandungan PFAS pada sedotan stainless steel. Selain lebih aman dari kandungan bahan beracun, sedotan ini dinilai lebih ramah lingkungan karena dapat digunakan berkali-kali, didaur ulang, dan awet.
Mencoba menerapkan gaya hidup ramah lingkungan memang tidak semudah yang dibayangkan. Dalam hal memilih produk, kita perlu memastikan kandungan yang terdapat dalam produk tersebut, proses pembuatannya, dan dampaknya bagi kesehatan diri dan lingkungan. Akan tetapi, bukan berarti kita tidak bisa menerapkan gaya hidup ramah lingkungan. Generasi Hijau bisa pelan-pelan mempelajari dan mencari tahu produk-produk apa saja yang ramah lingkungan.
Selain menerapkan gaya hidup ramah lingkungan, Generasi Hijau juga bisa memperbaiki kondisi bumi dengan menjadi pahlawan lingkungan di Green Fund Digital Philanthropy. Kamu cukup mendonasikan Rp. 10.000 tiap bulannya untuk mendukung 4 kampanye restorasi lingkungan. Kampanye yang bisa kamu dukung adalah Sampah Jadi Cita, Triseda Membawa Berkah, Anak Pejuang Lingkungan, dan Sampan Harapan. Selain melakukan aksi restorasi lingkungan kampanye tersebut juga memperjuangkan pendidikan anak pahlawan lingkungan di Indonesia.
