Green Info
6 September 2024
Fitria Budiyanti - Communication and Media Officer

Upaya Indonesia dalam pengendalian perubahan iklim global tertuang dalam partisipasi pada Perjanjian Paris (Paris Agreement) yang kemudian diratifikasi menjadi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016, yakni para negara pihak yang telah meratifikasi Perjanjian Paris wajib menyampaikan Nationally Determined Contributions (NDC) yang merupakan target penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) hingga tahun 2030. Serta pengurangan perubahan iklim dan pemanasan suhu suhu bumi untuk tidak lebih dari 1.5°C.
Tentunya, pengendalian dan pengurangan emisi Gas Rumah Kaca memerlukan usaha dari berbagai pihak, salah satunya yakni dari sektor ekonomi untuk membangun dan memperkenalkan Ekonomi Hijau (Green Economy) kepada para pelaku usaha dan juga individu yang akan memakai barang atau jasa dari para pelaku usaha tersebut, agar tercipta sistem ekonomi yang berkelanjutan.
Menurut United Nations Environment Programme (UNEP) ekonomi hijau adalah sistem ekonomi yang pertumbuhan pendapatan dan lapangan kerjanya didorong oleh investasi yang mendukung, (1) pengurangan polusi dan emisi, (2) peningkatan efisiensi sumber daya dan energi, yang disertai dengan (3) menjaga keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati.
Pebisnis atau para pelaku Usaha Kecil Menengah (UMKM) juga mempunyai andil yang cukup signifikan dalam berkontribusi mengurangi laju perubahan iklim. Menurut simulasi pemodelan dari World Research Institute (WRI) Indonesia, implementasi prinsip ekonomi hijau dapat memberikan manfaat ekonomi jangka panjang bagi Indonesia, seperti pertumbuhan PDB rata-rata sebesar 6,3% selama periode 2025 hingga 2045 dan menciptakan 1,7 juta lapangan kerja hijau (green jobs) baru pada tahun 2045, yang mencakup 38% dari tambahan angkatan kerja. Oleh karena itu, selain diperlukannya sistem dan regulasi yang konkret dari pemerintah, para pelaku usaha juga dapat melakukan berbagai langkah sederhana untuk mendukung ekonomi hijau.
Penggunaan bahan baku lokal dapat mengurangi jejak karbon (carbon footprint) yang dihasilkan sehingga bisa mengurangi produksi emisi yang dihasilkan. Selain itu, dengan menggunakan bahan-bahan lokal dapat memajukan ekonomi bagi masyarakat sekitar karena perputaran jual-beli dapat terjadi secara berkesinambungan serta bisa memberikan kesejahteraan bagi masyarakat.
Proses produksi hingga konsumsi yang berkelanjutan juga penting diterapkan untuk menghindari food loss, khususnya bagi UMKM yang bergelut dibidang Food and Beverage agar bahan baku yang dipakai tidak terbuang sia-sia.
First In First Out (FIFO) merupakan teknik untuk meminimalisir terjadinya Food Waste pada proses penyimpanan makanan yang biasanya diterapkan pada lemari es. Teknik ini menerapkan bahan baku atau makanan yang disimpan terlebih dahulu harus dikeluarkan terlebih dahulu agar tetap menjaga kualitas makanan serta menghindari terlewatnya batas konsumsi layak (expired date).
Selain berfokus pada rangkain produksi, UMKM juga perlu memperhatikan proses konsumsi kepada para pembeli atau konsumen dengan menggunakan kemasan ramah lingkungan untuk tidak mencemari bumi. Akan lebih baik, jika UMKM menerapkan pilah sampah dalam rangkaian proses produksi hingga konsumsi mereka agar meminimalisir sampah yang dihasilkan.
Sebagai apresiasi untuk para konsumen yang sudah peduli pada lingkungan, UMKM bisa menerapkan sistem potongan harga atau hadiah tertentu bagi mereka yang membawa wadah sendiri. Hal ini juga dapat mengurangi biaya kemasan bagi para UMKM sekaligus memberikan semangat bagi para konsumen penggiat lingkungan atau bagi mereka yang sedang hidup minim sampah.
Tentunya selain melakukan berbagai hal tersebut yang bisa mewujudkan ekonomi hijau, diperlukan perluasan informasi dan visibilitas melalui media daring seperti website. Untuk membuat website yang menarik, salah satunya dapat dilakukan di konekios.com yang hadir untuk membantu para UMKM dalam memperkenalkan green business yang sedang mereka jalani ke lebih banyak pihak melalui media daring.
