Green Info
10 Agustus 2023
Aviaska Wienda Saraswati

Barbie si boneka cantik ternyata pernah terlibat dalam kasus deforestasi hutan di Indonesia. Saat ini mereka menerapkan kebijakan berkelanjutan untuk mengurangi dampak lingkungan dari aktivitas konsumsi dan produksinya.
Generasi Hijau, kalian sudah menonton film Barbie belum? Saat ini, Barbie kembali jadi topik perbincangan hangat karena perilisan film live-action perdananya. Berkaitan dengan Barbie, tahukah kamu bahwa boneka ini pernah menuai kecaman karena memicu deforestasi yang parah di Indonesia? Simak selengkapnya di Sini!

Poster Film Barbie (Barbie The Movie)
Barbie adalah boneka yang sangat populer dan digandrungi banyak orang baik anak-anak maupun dewasa. Boneka ini pertama kali diluncurkan pada tahun 1959. Ide tentang pembuatan boneka ini dicetuskan oleh Ruth Handler yang mendirikan perusahaan produsen mainan anak bernama MATTEL bersama suaminya Elliot.
Saat ini, Barbie telah merilis film versi live-action pada tanggal 19 Juli 2023. Film yang dibintangi Margot Robbie dan Ryan Gosling ini disutradarai oleh Greta Gerwig.
Film ini mengangkat kisah Barbie yang hidup penuh dengan kesempurnaan di Barbie land, kemudian dipaksa datang ke dunia nyata. Misinya adalah menemukan penyebab dirinya tidak lagi menjadi Barbie yang stereotipikal. Di dunia nyata, ia menyaksikan beragam realita kehidupan serta mengalami berbagai isu sosial yang dialami manusia. Pada akhirnya, perjalanan ini membuatnya menemukan makna kesempurnaan, kebahagiaan, dan kebebasan menentukan pilihan dalam hidup.

Deforestasi Hutan (Astra)
Hangatnya perbincangan tentang film ini, juga tak luput membuka kembali beragam kontroversi yang ditimbulkan Barbie baik terkait isu gender, stereotipe, konsumerisme, bahkan lingkungan. Bicara tentang masalah lingkungan yang ditimbulkan boneka ini, pada tahun 2011, Barbie sempat mendapatkan protes keras atas penggunaan kemasan kertas yang terbuat dari mixed tropical hardwood. Kertas tersebut diproduksi dengan menebang pohon dari hutan asli, salah satunya Hutan Sumatera. Sayangnya tidak hanya Barbie saja, MATTEL menggunakan material ini untuk memproduksi seluruh brand mainan anak yang dimilikinya.
Protes ini dilayangkan oleh GREENPEACE lewat kampanye Ken yang meminta putus dari Barbie karena tidak ingin punya kekasih yang terlibat dalam deforestasi. Para aktivis GREENPEACE melakukan protes setelah melakukan penelitian lapangan dan uji forensik pada kemasan Barbie.

Kampanye The Future of Pink is Green (MATTEL)
Permasalahan deforestasi ini sangat mempengaruhi citra Barbie. Untuk membenahi sistem manufaktur produk agar lebih berkelanjutan, Barbie menerapkan prinsip bahan baku yang berkelanjutan. Implementasinya dilakukan dengan memutus kerjasama dengan pemasok kemasan yang melakukan deforestasi. Mereka juga menginstruksikan para suplier kemasan untuk tidak menggunakan kayu yang berasal dari hutan asli.
Selain itu, Barbie juga mengganti bahan utama pembuatan boneka dengan memanfaatkan daur ulang sampah plastik di laut. MATTEL bekerja sama dengan Envision Plastics yang merupakan perusahaan daur ulang sampah plastik HDPE. Material sampah plastik yang didaur ulang diambil dari sampah plastik yang berakhir di Semenanjung Baja, Meksiko. Seri Barbie yang mengusung konsep daur ulang adalah Barbie Loves the Ocean.
Upaya tersebut jadi langkah Barbie untuk menerapkan pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan. Mereka berpikir, agar bisa memberi kesempatan bagi generasi penerus melakukan apapun yang mereka inginkan, generasi saat ini harus bisa melindungi bumi dari ancaman kerusakan lingkungan.
Green Fund Digital Philanthropy juga punya misi yang sama untuk melindungi bumi. Kami ingin mengajak 10 juta masyarakat Indonesia untuk berdonasi minimal 10 ribu rupiah tiap bulannya agar mengakselerasi solusi perubahan iklim dalam 10 tahun ke depan. Jadi bagian dari 10 juta orang itu sekarang!
