Green Info
29 September 2025
Fitria Budiyanti

Di era modern, ketika plastik sekali pakai merajalela dan gaya hidup serba instan semakin mendominasi, kita sering lupa bahwa Nusantara sudah memiliki warisan bijak dalam menjaga alam. Tradisi ramah lingkungan di Nusantara telah ada jauh sebelum hadirnya istilah eco-friendly atau circular economy yang populer.
Praktik sederhana seperti menggunakan kendi, rantang, hingga botol kaca bukan hanya menjadi simbol kearifan lokal, tetapi juga menjadi solusi nyata yang relevan untuk menghadapi krisis lingkungan saat ini.
Sebelum kampanye daur ulang gencar digaungkan, masyarakat Indonesia sudah terbiasa dengan sistem pengembalian botol kaca. Minuman teh, soda, sirup, susu, bahkan jamu, dikemas dalam botol kaca yang tidak langsung dibuang setelah digunakan.
Botol-botol ini dikembalikan, disterilkan, lalu dipakai kembali oleh produsen. Praktik ini bukan hanya mengurangi limbah, tetapi juga mendorong masyarakat untuk bertanggung jawab pada lingkungan. Bahkan, ada keseruan kecil seperti hadiah atau tulisan unik di balik tutup botol yang membuat pengalaman ini semakin berkesan.
Budaya mengirim hampers di hari raya atau hantaran ternyata sudah lama ada, hanya saja dengan cara yang lebih berkelanjutan. Dahulu, makanan matang dibawa menggunakan rantang, sedangkan barang lain dibungkus dengan besek bambu atau kardus sederhana.
Selain lebih ramah lingkungan, tradisi ini juga memperkuat ikatan sosial. Rantang bisa dipakai berkali-kali, sementara besek bambu dapat terurai secara alami tanpa mencemari bumi. Praktik sederhana ini membuktikan bahwa gaya hidup eco friendly bisa berangkat dari kebiasaan sehari-hari.
Bagi pecinta batik, buah lerak bukan hal asing. Sejak lama, masyarakat Nusantara menggunakan lerak untuk mencuci kain batik. Lerak mampu menjaga warna batik tetap awet, sekaligus ramah lingkungan karena busanya tidak mengandung bahan kimia berbahaya bagi ekosistem air.
Tradisi ini menjadi bukti bahwa produk pembersih alami Indonesia sudah dikenal sebelum sabun cair modern hadir. Lerak adalah contoh nyata bagaimana kearifan lokal bisa menjaga budaya sekaligus kelestarian alam.
Sebelum ada kulkas, masyarakat kita menggunakan kendi dari tanah liat untuk menyimpan air. Pori-pori alami pada kendi memungkinkan proses pendinginan sederhana, sehingga air terasa lebih segar dan adem tanpa listrik.
Beberapa kendi bahkan dirancang unik agar tidak mudah tumpah. Selain fungsional, penggunaan kendi juga menunjukkan bagaimana solusi alami Nusantara bisa selaras dengan kebutuhan sehari-hari tanpa menambah beban lingkungan.
Tradisi ramah lingkungan Nusantara adalah bukti bahwa gaya hidup eco friendly bukan hal baru. Sayangnya, kearifan ini perlahan hilang seiring perkembangan zaman. Padahal, di tengah meningkatnya krisis iklim dan masalah sampah plastik, warisan hijau Indonesia bisa menjadi inspirasi sekaligus solusi.
Membawa rantang, memilih wadah bambu, menggunakan produk alami seperti lerak, hingga memanfaatkan botol kaca adalah langkah kecil yang bisa kita lakukan untuk mengurangi jejak karbon.
Warisan hijau Nusantara mengajarkan bahwa menjaga bumi bisa dilakukan dengan cara sederhana. Kini, saatnya kita menghidupkan kembali tradisi tersebut, tidak hanya sebagai nostalgia, tetapi juga sebagai langkah nyata menyelamatkan lingkungan.
