Green Info
30 Juni 2025
Widyawati Dwi Rumbay - GTIP

Urban farming hadir sebagai solusi di tengah hiruk-pikuk kehidupan kota untuk menjawab tantangan terbatasnya lahan pertanian akibat pesatnya pembangunan. Salah satu pendekatan dalam pertanian modern ini adalah indoor farming, yang menjadi alternatif untuk mewujudkan praktik pertanian yang lebih berkelanjutan di ruang-ruang terbatas. Tapi sebenarnya apa yang dimaksud dengan indoor farming?
Indoor farming yakni sebuah cara menanam beberapa tumbuhan seperti sayur di dalam ruangan, tanpa ada khawatir dengan cuaca atau musim yang ada. Dalam pertanian, kegiatan menanam di dalam ruangan memiliki beberapa teknik yang sering dipakai antara lain:
Dalam upaya mengontrol perubahan lingkungan menuju kondisi yang ideal, pertanian dalam ruangan menjadi salah satu solusi untuk menciptakan sistem pertanian yang berkelanjutan. Sistem ini memungkinkan tanaman untuk tumbuh dan berkembang (thrive) secara optimal, meskipun berada di dalam ruang tertutup.
Pertanian dalam ruangan merupakan bentuk pemanfaatan ruang yang efisien, seperti gedung atau dome besar di area publik, misalnya di lobi utama gedung. Contoh penerapannya dapat dilihat di Jepang, di mana sistem ini dikembangkan sebagai bagian dari rencana jangka panjang pemerintah dalam menciptakan pertanian modern yang adaptif terhadap tantangan lingkungan dan keterbatasan lahan.
Melalui inovasi ini, para petani dapat memanfaatkan teknologi untuk mengatur suhu, kelembaban, pencahayaan, dan nutrisi secara presisi, sehingga produktivitas pertanian tetap maksimal tanpa bergantung pada kondisi alam yang tidak menentu.
Adapun hal-hal yang terkait dengan keunggulan teknik indoor farming yang bisa diambil:
Meskipun memiliki banyak keunggulan, teknik pertanian dalam ruangan (indoor farming) juga memiliki sejumlah kelemahan. Salah satu tantangan utamanya adalah biaya operasional yang masih tinggi, terutama karena penggunaan teknologi canggih, baik dari sisi perangkat lunak (software) maupun perangkat keras (hardware). Sistem ini juga memerlukan kontrol yang ketat terhadap suhu, kelembaban, dan pencahayaan, yang membutuhkan energi dan infrastruktur yang tidak sedikit.
Kelemahan lainnya adalah emisi karbon (CO₂) yang dihasilkan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa indoor farming dapat menghasilkan lebih banyak CO₂ dibandingkan dengan pertanian tradisional di lahan sawah, yang menjadikannya tantangan dalam konteks perubahan iklim dan pemanasan global.
Meskipun demikian, sejumlah negara maju seperti Jepang, Amerika Serikat, dan Singapura tetap mengembangkan dan menerapkan teknologi indoor farming sebagai bagian dari strategi jangka panjang untuk ketahanan pangan dan pertanian berkelanjutan, sambil terus mencari solusi untuk mengurangi dampak lingkungannya.
Di Indonesia, indoor farming mulai dikembangkan sebagai upaya pemanfaatan ruang di tengah keterbatasan lahan pertanian yang semakin berkurang. Inovasi di bidang agriculture technology (agritech) terus didorong sebagai bagian dari strategi pembangunan sektor pertanian yang lebih adaptif dan berkelanjutan.
Saat ini, hanya sekitar 14% dari total wilayah Indonesia yang dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. Dengan keterbatasan ini, indoor farming menjadi salah satu solusi untuk memastikan ketersediaan pangan melalui proses produksi yang lebih segar (fresh), aman (safe), dan berkelanjutan (sustainable), terutama dalam penggunaan energi dan air yang lebih efisien.
