Green Info
31 Agustus 2023
Aviaska Wienda Saraswati

Climate quitting jadi pilihan generasi muda untuk meninggalkan karir yang tidak berdampak baik bagi keberlanjutan lingkungan. Fenomena ini memicu perusahaan untuk turut mendukung pelestarian lingkungan.
Generasi Hijau, tahukah kamu apa itu climate quitting? Istilah ini masih jarang terdengar di Indonesia, begitu pula dengan fenomenanya. Perubahan iklim ternyata juga berdampak pada dunia profesional. Climate quitting jadi salah satu dampak perubahan iklim. Seiring luasnya pengetahuan iklim yang dimiliki generasi saat ini, mereka mempertimbangkan dampak lingkungan dari karir yang dibangun. Penasaran seperti apa perkembangan fenomena ini? Simak selengkapnya di sini!

Climate quitting adalah fenomena dimana pegawai mengundurkan diri karena instansi tidak memiliki atau menjalankan Environmental, Social and Governance (ESG). Istilah ini juga berlaku bagi mereka yang menolak tawaran pekerjaan dari institusi tersebut. Fenomena ini sempat diteliti oleh KPMG untuk mencari tahu pengaruh komitmen ESG suatu instansi terhadap keputusan karir generasi muda di Britania Raya.
Hasil penelitian mengungkapkan 55% dari masyarakat yang berusia 25-35 mempertimbangkan komitmen ESG yang diberlakukan instansinya. Mereka mempertimbangakan kecocokan nilai individu dengan individu terkait ESG serta seberapa besar upaya dan dampak pelaksanaan ESG oleh instansi. Jika dirasa nilai yang mereka anut tidak sesuai dengan nilai instansi, mereka tidak segan untuk mengundurkan diri bahkan menolak tawaran pekerjaan baru dari instansi yang tidak memikirkan dampak lingkungan dari aktivitasnya.

Climate quitting dapat memberikan dampak buruk bagi instansi, khususnya yang tidak menerapkan ESG dengan baik. Fenomena ini dapat mengurangi kesempatan instansi untuk merekrut talenta yang potensial karena tidak memiliki nilai yang sejalan dengan talent yang ingin pekerjaannya juga berdampak baik bagi lingkungan dan sosial. Padahal, pekerja yang berpotensi adalah salah satu modal utama untuk menjalankan dan memajukan instansi.
Tidak hanya berdampak pada masalah SDM instansi, climate quitting juga meninggalkan citra buruk bagi perusahaan karena dianggap tidak mendukung atau kompeten menjalankan ESG. Citra buruk ini dapat mempersulit instansi menarik investor, pelanggan, dan konsumen.
Akan tetapi, climate quitting tidak hanya mendatangkan dampak buruk. Dampak baik dari hal ini adalah membuka peluang green jobs untuk berkembang lebih pesat. Lapangan pekerjaan baru yang tercipta tentunya akan membantu mengurangi angka pengangguran. Bagi lingkungan tentunya hal ini akan membawa harapan yang lebih baik dalam upaya restorasi lingkungan yang bisa dilakukan multisektoral.

Untuk mencegah climate quitting ada beberapa solusi yang bisa dilakukan perusahaan yaitu menciptakan lingkungan kerja yang ramah lingkungan dan berkelanjutan serta transparansi nilai perusahaan. Solusi tersebut saling berkesinambungan satu sama lain.
Langkah yang pertama kali harus dilakukan adalah mengadaptasi konsep ramah lingkungan dalam setiap aktivitas institusi dan memastikan aspek keberlanjutan lingkungan adalah bagian dari nilai perusahaan. Adaptasi ini akan membawa perubahan besar baik dari proses administrasi, operasional, investasi, dan pemasaran. Konsep ramah lingkungan ini bisa diwujudkan dengan membuat dan menerapkan komitmen ESG. Strategi ESG yang bisa diterapkan adalah Exclusionary, Best in Class, ESG Integration, Sustainability Theme Investment, Green Bond, Impact Investment, Stewardship & Engagement. Penjelasan lebih lengkap tentang strategi tersebut bisa kamu baca di sini!
Jika berjalannya aktivitas instansi sudah mendorong keberlanjutan lingkungan, bangunlah transparansi nilai tersebut untuk membangun kepercayaan pegawai bahwa aktivitas yang dilakukan instansinya sejalan dengan nilai yang mereka anut. Selain itu, kejujuran juga harus diprioritaskan. Artinya, jika instansi belum mampu untuk menjalankan aktivitas yang 100% ramah lingkungan, mereka harus memberitahu karyawan maupun calon karyawan seberapa jauh upaya yang telah dilakukan instansi dan seperti apa kekurangannya. Ini juga bagian dari pencegahan greenwashing yang memperparah perubahan iklim.
Itu dia sekilas informasi untuk Generasi Hijau mengenai climate quitting. Meskipun fenomena ini tidak umum di Indonesia, tapi setidaknya kita tahu bahwa generasi muda saat ini semakin peduli dan sadar akan masalah lingkungan yang mengancam masa depan. Untuk menyelamatkan masa depan bumi dan manusia, Green Fund Digital philanthropy menawarkan solusi untuk mendukung berbagai aksi restorasi lingkungan di Indonesia lewat donasi secara setiap bulan. Minimal nominal donasi yang hanya RP 10.000 saja memberikan kesempatan kepada siapapun untuk berkontribusi.
